BAB I
PENDAHULUAN
Karya
sastra merupakan gambaran pencerminan dari kehidupan sosial masyarakat. Demi
efektivitas pengungkapan, bahasa sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi,
dan diberdayakann sedemikian rupa melalui stilistika. Oleh karena itu, bahasa
karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra (Wellek dan Warren,
1989: 15), yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori yang tidak
beraturan dan tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks
lain atau karya sastra yang diciptakan sebelumnya. Style, 'gaya bahasa' dalam
karya sastra merupakan sarana sastra yang turut memberikan kontribusi
signifikan dalam memperoleh efek estetik dan penciptaan makna. Style membawa
muatan makna tertentu. Setiap diksi yang dipakai dalam karya sastra memiliki
tautan emotif, moral, dan ideologis di samping maknanya yang netral (Sudjiman,
1995: 15-16).
Salah satu
bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan
namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10)
mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali
duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba
ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang
cerita.
Cerpen
merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman
yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu
pada makna denotatif sehingga lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen
yang tidak transparan, bersifat prismatis dan penuh dengan perlambangan.
Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu: panjang
kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada
satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan
situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan
yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada suatu latar atau
latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
Kumpulan
cerpen Perempuan bercahaya karya Rina Ratih (2011), yang terdiri dari 6 judul,
merupakan kumpulan cerpen yang mengangkat persoalan persoalan yang dihadapi
oleh kaumnya sehingga cerpen cerpennya berupa sosok perempuan yang subtansial.
Dari segi penokohan, cerpen-cerpen Ratih dapat dikelompokan menjadi dua. Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan kelompok perempuan pertama adalah perempuan yang
menjadi istri pertama,sedangkan dalam kelompok perempuan kedua adalah perempuan
yang menjadi istri nomor dua, istri simpanan, ataupun perempuan selingkuhan.
Hampir semua
cerpen menghadirkan perempuan kelompok pertama. Hal itu dapat dilihat pada
tokoh Ti dalam “Perempuan Bercahaya”, si anonim dalam “Perempuan kedua”, tokoh
Mona dalam “Perempuan Pengambil Hati”, tokoh kasih dalam “Perempuan Pemuja
ketampanan” , tokoh Lasmi dalam “Malaikat Penjaga Perempuan”, dan tokoh Nurlita
dalam “Perempuan itu Bernama Evie”.
Kumpulan
cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih perlu diteliti karena setiap
susunan perkataan yang terjadi dalam cerpen ini dibungkus dengan gaya bahasa
yang dapat menghidupkan kalimat dan cerita sehingga menarik untuk dibaca.
Terlihat pada salah satu kutipan berikut: “kurengkuh dayung bersama laki laki
yang kucintai sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat. Panorama
tampak indah alun gelombang dimalam hari di bawah cahaya bulan adalah gambaran
rumah tanggaku” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa terdapat penggunaan majas
personifikasi, yaitu benda mati diibaratkan seolah-olah melakukan kegiatan
bersifat kemanusiaan. Frasa gelombang di malam hari dianggap seolah-olah hidup
dan dapat melakukan suatu kegiatan.Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
dikaji lebih mendalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih yang
diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika Indonesia dengan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta 2011.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah gaya bahasa
paralelisme dan hiperbola dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
2. Bagaimanakah bahasa kiasan personifikasi
dan metafora, dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
B. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh deskripsi tentang.
1. Gaya bahasa paralelisme dan
hiperbola dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.
2. Bahasa kiasan personifikasi
dan metafora dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan manfaat dalam segi
gaya bahsa
2. Bagi peneliti selanjutnya,
hasil penelitian ini diharapkan dapat dipelajari lebih dalam untuk kajian atau
memperdalam pengetahuandimanfaatkan
3. Bagi pengajar, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran memahami dan
menerapkan gaya bahasa dalam suatu kaliamat atau karya sastra.
BAB II
LANDASAN TEORI
Stilistika
adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam kamus linguistik,
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunaka dalam karya
sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan (Kridalaksana,
2001: 202). Gaya bahasa menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati
penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya
bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek
tertentu. Dalam karya sastra efek ini adalah efek estetik yang akan membuat
karya sastra akan memiliki nilai seni. Nilai karya sastra bukan semata-mata
disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga karena gaya cerita atau penyusunan
alurnya. Namun demikian gaya bahasa sangat besar sumbangannya kepada pencapaian
nilai seni karya sastra. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang
stile. Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang
pengarang mengungkapkan sesuatu hal yang akan dikemukakan (Abrams lewat
Nurgiyantoro, 1994: 276). Stile atau gaya bahasa merupakan cara ekspresi kebahasaan
oleh pengarang. Pradopo (1994) menyebutkan bahwa gaya bahasa adalah bagaimana
seorang penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya. Dengan kata lain
bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara bertutur secara khusus untuk
mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau efek puitis.
Analisis
stilistika merupakan sebuah metode analisis karya sastra. Analisis karya sastra
ini bertujuan untuk menggantikan kritik yang sifatnya subjektif dan impresif
dengan analisis stile yang sifatnya obyektif dan ilmiah. Untuk memperoleh
bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus dikaji tanda-tanda
yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra. Kajian stile
dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra untuk
mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan
(estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.
Abrams dalam
Nurgiyantoro (1994: 289) mengemukakan bahwa unsur stile (stylistic feature)
terdiri dari unsur fonologi, unsur sintaksis, unsur leksikal, unsur retorikal
(rhetorical berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencintraan, dan
sebagainya). Suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis adalah
unsur retorika. Macam-macam unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasan,
struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam makalah ini penulis hanya
menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan dalam bahasa Indonesia ada
bermacam-macam menurut Keraf (2006: 115-145). Namun hanya beberapa jenis majas
yang sering dipergunakan pengarang dalam karya sastra. Diantaranya majas :
1. Paralelisme adalah majas yang
mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait
2. Hiperbola adalah gaya bahasa
yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu
hal (Keraf, 2006 : 135)
3. Personifikasi adalah majas
yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda mati seolah-olah memiliki
sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)
4. Metafora adalah majas
perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata pembanding (Keraf, 2006 :
138).
BAB III
PEMBAHASAN
1.a. Paralelisme
Paralelisme merupakan gaya
bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa. Gaya bahasa
paralelisme yang terkandung di dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya:
Perempuan Bercahaya:Ø
1. “Rindu ia menjadi imam di
setiap shalatku, rindukan ia melafadzkan ayat ayat suci, rindukan diriku
bersimpuh dan mencium tanganny seusai sholat”(hal 2)
2. “Mengapa Mimpi jauh itu
melambung? Mengapa suamiku itu begitu jauh kurengkuh untuk bersama sama
menjalankan perintah Allah?”(hal 4)
3. “Aku semakin sadar apa yang
telah terjadi dan apa yang telah aku lakukan”(hal 7)
Perempuan Kedua:Ø
1. “Aku tidak merebut, Bu. Aku
ikhlas jadi istri kedua! Aku ikhlas Bu. Sungguh! Aku meyakinkan ibu kembali. Ia
sangat baik, dan ia sangat mengerti Sri, Bu! Aku terus membela laki laki
beristri itu di depan ibu”.(hal 9)
2. “……Korban kebohongan laki
laki, korban pelampiasan nafsu laki laki seperti ayahmu dan Mas Tami”.(hal 10)
3. “Ia sangat menghargai Sri,
Bu. Ia tidak pernah kasar seperti ayah, Bu. Ia memperlakukan Sri sangat lembut
dan penuh perhatian.”(hal 11)
4. “Pernahkah ia memperkenalkan
kamu pada teman temannya diluar? Pernahkah ia mengajakmu jalan jalan tanpa
sembunyi sembunyi? Pernahkah ia memikirkan hidupmu ketika engkau menjadi tua ,
seumur ibu?”(hal 10)
5. “Aku tidak ingin habiskan
waktu untuk menunggu lagi karena laki laki itu milik orang lain. Aku tidak
boleh sia siakan waktu lagi.”Aku tidak perlu memberinya rasa kasiahn lagi
karena rasa kasiahan itu hanyalah topeng untuk menjeratku agar tetap menjadi
istri simpanan. Aku tidak boleh silau dengan hadiah hadiah seperti itu
lagi.(hal 17)
Perempuan Pengambil HatiØ
1. “Engkau tidak tahu Mas,
bagaimana Dimas kecil menggigil sendirian di sudut sekolah, ketika aku telat
menjemputnya! Engkau tidak tahu bagaimana dini mogok sekolah karena diejek
temannya tanpa ayah! Engkau tidak tahu ketika Dimas sakit dan mengigau menyebut
namamu! Engkau sudah pergi Sembilan tahun! Meninggalkanku dan anak anak tanpa
alasan. Mungkin engkau bosan hidup miskin, tapi kepergianmu justru membuatku
tegar.”(hal 21)
2. “….Belum menjambak rambutnya,
belum menampar wajahnya, dan juga belum menendang bokongnya!”(hal 23)
3. “Rasanya terlalu mahal air
mataku jatuh untuk perempuan perebut hati ini. Rasanya juga tidak pantas air
mata dijatuhkan untuk mengingat laki laki yang tidak setia dan tidak
bertanggung jawab.”(hal 24)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “…….Kamu tidak akan menangis
jika putus cinta kan? Kamu juga pasti tidak akan menangis jika Aris memutuskan
hubungannya dengannu, kan? (hal 32)
2. “Aku tidak akan
menangis!janji aku tidak akan menangis! Janjiku”(hal 33)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “………..Sebelum tubuhnya
tersangkut batu. Sebelum tubuhnya yang penuh luka itu ditemukan sesorang di
sungai.”(hal 39)
2. Malaikat telah membantu
menghilangkan rasa sakit setelah kau pukuli. Malaikat telah menghilangkan rasa
dingin air sungai.”(hal 43)
3. Meskipun suamimu
pembunuh?”suaranya seperti erangan. Ya meskipun suaminya pembunuh asalkan
istrinya tidak menawarkan sorga bagi laki laki lain.”(hal 43)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Ia tidak lagi
tersenyum,tidak lagi menemaniku menikmati teh manis di pagi hari, tidak ada
lagi kue lezat buatan tangannya, tidak ada lagi kehangatan di ranjang, dan
rumput di halaman dibiarkan tumbuh liar.”(hal 49)
2. “Anak kita sudah lahir. Anak
kita? Aku tidak yakin anak itu anakku.”(hal 50)
3. “Haruskah ku ingkari bayi ini
bukan dari benihku? Haruskah kupertahankan keraguanku pada perempuan bernama
Evie?(hal 53)
4. “Gusti! Maafkan aku!.Gusti
mengapa kau ciptakan anak laki laki itu berambut hitam seperti rambutku. Gusti,
akulah laki laki yang banyak dosa.(hal 53)
Pada kumpulan cerpen karya Rina
Ratih tersebut ditemukan empat gaya bahasa paralelisme. Gaya bahasa ini
biasanya digunakan penulis sebagai penekanan makna, bahwa si tokoh benar-benar
merasakan pengalaman hal itu lebih dari pengalaman yang lainnya.
.b. .Hiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa
yang melebih-lebihkan suatu hal. Pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya juga
ditemukan beberapa gaya bahasa hiperbola:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kurengkuh dayung bersama
laki laki yang kucintai sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan
sehat.”(hal 2)
2. “Panorama tampa indah, alun
gelombang di malam hari dibawah cahaya bulan adalah gambaran rumah
tanggaku.”(hal 2)
Perempuan KeduaØ
1. “Aku terdiam beberapa saat
mendengar kata kata ibu yang luar biasa cepatnya meluncur bagai bola salju”(hal
11)
2. “Bercinta dengannya bagai
meniti pelangi.”(hal 12)
3. “Tinggal aku sendiri, seperti
bunga melati di pojok taman.”(hal 13)
Perempuan Pengambil HatiØ
1. “Segera kuhapus air mata yang
masih mengenang itu.”(hal 21)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Aroma keharuman tubuhnya
menawarkan kehangatan, memacu jantungku lebih cepat berdetak ketika wajah
tampan yang bersih itu hamper menyentuh wajahku.”(hal 26)
2. “Deretan gigi putihnya
menebarkan pesona siapapun yang memandangnya.”(hal 26)
3. “Suatu senja ketika langit di
tutupi awan hitam. Ia mendekap dan berbisik dibelakang telinga”(hal 27)
4. “Di perjalanan hujan turun
bagai tercurah dari langit.”(hal 28)
5. “Suara perempuan setengah
baya itu bagai petir menyambar wajahku.”(hal 28)
6. “Hatiku terkesiap, darahku terasa
naik ke atas kepala.”(hal 34)
7. “kekasih itu, mencabik cabik
jantungku”(hal 34)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “Tatapan matanya menerobos ke
kedalaman relung hati.”(hal 38)
2. “Tubuh kekar yang pada malam
pengantin dipujanya berubah menjadi sosok rahwana yang siap menerkamnya.”(hal
40)
3. “Kilatan mata syetan yang
menyilaukan kebajikan, tiba tiba berkelabat.”(hal 44)
4. “Cinta memang buta, tapi saya
tidak ingin lagi dibutakan oleh yang namanya cinta.”(hal 45)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Darahku kemudian terasa
hangat mengiringi seluruh pori pori tubuhku.”(hal 53)
2. “Kepolosannya terasa
menelanjangi dosaku.”(hal 53)
3. “Keharuan dan perasaan yang
membuncah menyudutkan hati yang berdosa.”(hal 53)
4. “Menghisap kerinduan yang
kutunggu sepuluh tahun lamanya.”(hal 54)
5. “Kenikmatan yang luar biasa
menyergapku.”(hal 53)
2.a. Personifikasi
Personifikasi merupakan bahasa
kiasan yang mempersamakan benda mati dengan manusia, benda-benda mati dibuat
dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Bahasa Kiasan
Personifikasi dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih
terdapat pada:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kuelus nisan yang
bertuliskan namanya, tergambar segala kebaikan, kesetiaan, kejujurannya, tetapi
air mataku tetap menetes penuh penyesalan”(haal 1).
2. “ Alun gelombang di malam
hari dibawah cahaya bulan adalah rumah tanggaku.Tetapi selama berlayar di
lautan itu, tak jua rinduku pupus. Mas Ripto memancing dengan mengemudikan
kapal”(hal 2)
Perempuan KeduaØ
1. “Pertanyaan pertanyaan ibu
menusuk dan menohok jantungku”(hal 11)
2. “Hati melolong kesepian di
kegelapan malam sampai matahari menyeruak di ufuk timur.”(hal 13).
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Suara perempuan setengah
baya itu bagai petir menyambar wajahku.”(hal 28)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “ Air mata yang terurai di
wajah anak perempuannya bagai aliran sungai yang dulu menghanyutkan
tubuhnya.”(hal 39)
2. “Wajah yang saat melempar
tubuhnya ke sungai tampak beringas itu kini pucat, layu, bagai daun daun kering
yang kotor.”(hal 42)
3. “Tubuh yang lebam dan perih
diseret seperti anjing di tengah malam, melintasi sesaat. Melempar tubuhnya
seperti melempar sampah yang berbau busuk, berteriak di pinggir sungai penuh
hinaan, kini membentang bagai layar film yang mudah dilihat.”(hal 44)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Gusti, mengapa kau ciptakan
anak laki laki ini berambut ikal, hitam seperti rambutku ? Garis hidung dan
lekukan bibir seperti milikku? Bayi itu menatapku. Kepolosannya terasa menelanjangi
dosaku.”(hal 53)
b.Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan
seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding. Bahasa
kiasan metafora yang terdapat pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya antara
lain:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kami bentangkan layar dan
perahu menuju lautan”.(hal 2)
2. “ Matanya yang cekung
menerawang, tangannya yang kurus melambai lemah jika memerlukan sesuatu”(hal 3)
3. “Malam membentang hitam. Aku
menghitung biji biji tasbih dalam keheningan stiap malam.”(hal 4)
4. “Isakku bertambah keras, bahu
terasa terguncang”(hal 7).
Perempuan KeduaØ
1. “Urat halus di wajahnya
tampak menegang, kebiru biruan”(hal 8)
2. “Air bening mengambang di
pelupuk mata lalu perlahan turun ke pipinya yang tirus”
3. “ Mas Tami tidak dating,
halaman rumah pun lengang , dan malam jadi terasa begitu panjang. Tidak ada
ketokan pintu sampai pagi menjelang”(hal 13)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Ku tangkap basah, ia menatap
dan menelusuri wajahku”(hal 26)
2. “Suaranya melengking
mengalahkan curah hujan sore.”(hal 28)
3. “Dengan wajah dan hati yang
terasa terbakar, aku remas surat itu.”(hal 31)
4. “Langit temaram, mendung
menggantung, sesekali terdengar gelegar pertanda akan turun hujan”(hal 34)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “Guratan guratan sedih
tergores panjang diwajahnya. Tatapan matanya menerobos ke kedalaman relung
hati.”(hal 38)
2. “Air mata anak perempuannya
yang membasahi tangannya terasa dingin. Sedingin air sungai yang
menghanyutkannya berjam jam sebelum tubuhnya tersangkut batu.”(hal 39)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Matanya berkilat menahan
perasaan hatinya”(51)
2. “Menghisap kerinduan yang
kutunggu sepuluh tahun lamanya. Kenikmatan yang luar biasa menyergapku.
IV. KESIMPULAN
Gaya bahasa menurut Slamet
Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu
perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan
bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Kata sastra cerpen mempunyai
nilai estetik yang tinggi yang dituangkan dalam tulisan yang mengandung gaya
bahasa atau style. Dalam Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya banyak dijumpai
unsur-unsur style dalam penggunaan gaya bahasanya. Gaya bahasa yang digunakan
pengarang antara lain; metafora, personifikasi, hiperbola, paralelisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ratih, Rina. 2011.Perempuan
Bercahaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hendy, Zaidan. 1989. Pelajaran
Sastra. Jakarta : Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 1982.
Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000.
Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993.
“Stilistika”. Makalah Penataran Sastra di Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus
Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia.
______________. 1993. Bunga
Rampai Stilistika. Jakarta : Pustaka Utama Graffiti.
Keraf, Gorys.2006. Diksi dan
Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia PPustaka Utama..
Rene Wellek & Austin
warren.1989. Teori Kesusastaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama